“USAHAKANLAH PERDAMAIAN”

—- No.: 37/09/XIX/2018 | Minggu, 16 September 2018 | Roma 12:17-21—-

Mengusahakan perdamaian akan terasa susah dilakukan jika kita melakukannya dengan kekuatan diri sendiri dan bukan mengandalkan kasih karunia Allah. Padahal sejak orang percaya dipanggil Allah menjadi murid Kristus, orang percaya tersebut diteladankan untuk mengasihi Allah, dan kasih-Nya itu sempurna bagi setiap kita. Karya salib itu mengajarkan kepada kita akan artinya kasih sejati yakni kita dikasihi oleh Allah dengan kasih tanpa syarat, dan kita yang berdosa menerima pendamaian dengan Allah yang kudus (1 Yohanes 4:10). Luar biasa! Allah tidak memperhitungkan segala kejahatan-kejahatan kita. Atas dasar kasih itulah, kita dimampukan berdamai dengan sesama, mengasihi sesama dengan kasih tanpa syarat (kasih agape) seperti Allah mengasihi kita.

Seperti tulisan Rasul Paulus dalam surat Roma 12:17-21. Meski ada ketegangan antara orang Yahudi Kristen dan Gentile (non Yahudi) Kristen yang hidupnya berkecamuk karena penganiayaan Romawi dan tindakan saling menyakiti dalam komunitas tubuh Kristus, Rasul Paulus tetap mengajarkan Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melakukan yang baik bagi semua orang (ay.17), hidup berdamai dengan semua orang (ay.18), melepaskan hak kepada Allah untuk tidak membalas (ay.19), memberi makan dan minum pada musuh (ay.20). Nasehat Rasul Paulus itu masih relevan dalam kehidupan kita sekarang di mana kita hidup dalam masyarakat majemuk, banyak perbedaan, dan ujaran kebencian marak disiarkan.

Pertanyaannya: Maukah kita mempraktekkan kasih Allah dalam hidup sehari-hari dengan wujud mau berdamai dengan sesama kita? “Sesama kita adalah kita yang lain”. Jika kita tidak dapat mengasihi sesama, itu artinya kita belum mengasihi diri kita sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang unik dan mulia. Mari kita wujudkan perdamaian di dalam hidup kita sehari-hari dengan mengandalkan kasih karunia Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9).