“KETIDAKMAMPUAN MORAL”

—- No.: 6/2/XXII/2021 | Minggu, 7 Februari 2021 | Yosua 24:19 —

Sebagai jawaban atas tantangan Yosua (ayat 15), orang Israel memilih untuk beribadah kepada Tuhan. Bukan sekedar kalimat yang keluar dari mulut mereka tetapi hasil dari pengalaman hidup mereka yang disertai Tuhan. Perjalanan panjang dari Abraham sampai mereka berada saat ini adalah hasil dari pimpinan dan berkat Tuhan.

Yosua merespons orang Israel: “Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada Tuhan.” Terdengar aneh. Seharusnya Yosua bersukacita atas jawaban ini. Tetapi ini Yosua, ia sungguh-sungguh mengenal siapa Israel. Perjalanan di padang gurun sampai merebut tanah Kanaan sudah ia jalani bersama Israel. Jadi, jawaban Yosua menunjukkan apa yang sebenarnya yang ada pada orang Israel. Meskipun niat mereka baik tetapi moral mereka tidaklah demikian. Ketidakmampuan moral untuk beribadah ini terbukti dalam sejarah Israel selanjutnya.

Mengapa Israel tidak bisa beribadah kepada Tuhan? Ini bukanlah perkara fisik, lebih kepada moral. Tanpa kelahiran baru, sesungguhnya orang-orang tidak mampu beribadah kepada Tuhan. Orang-orang berdosa menghampiri Tuhan yang maha kudus, tidaklah mungkin bisa. Sepanjang manusia masih berpikir dan hidup dengan manusia lama, maka sesungguhnya ia jauh dari Tuhan. Tidak mungkin beribadah kepada Tuhan. Kelahiran baru akan membawa seseorang sebagai manusia baru yang melayakkan diri mereka untuk beribadah kepada Tuhan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk beribadah kepada Tuhan. Pertama, rekonsiliasi. Manusia lama adalah musuh Allah. Bagaimana mungkin musuh melayani Raja segala raja? Perlu rekonsiliasi yang diwujudkan melalui manusia baru. Kedua, penerimaan. Beribadah kepada Tuhan artinya mengarahkan diri kepada Tuhan, menyembah kepada Tuhan. Manusia tidaklah berarti tanpa Tuhan. Sejauh apapun usaha yang dilakukan manusia akan sia-sia tanpa adanya penerimaan dari Tuhan. Penerimaan memegang peran penting dalam ibadah orang percaya. Berikutnya, seseorang yang menyembah Tuhan perlu pertolongan lanjutan dari Tuhan. Manusia baru tetaplah rentan untuk melakukan dosa. Manusia baru jijik terhadap dosa. Ia tidak memelihara dosa dan dengan sengaja melakukan dosa tetapi ia tetap saja bisa berdosa. Yang membedakannya ialah respons terhadap dosa, ia sungguh-sungguh muak terhadap dosa. Amin.

Oleh: Pdt. Eddy S.S.

share

Recommended Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *