“KRISTUS TELAH MEMERDEKAKAN KITA”

—- No.: 33/8/XXIII/2022 | Minggu, 14 Agustus 2022 | Bahan: Galatia 5:1-13 —-

Hari ini kita hidup di tengah zaman yang sangat mengagungkan kebebasan. Orang-orang merasa berhak untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa peduli dengan omongan orang lain. Kalimat “Yang penting tidak mengganggu orang lain” seringkali menjadi jurus pamungkas untuk membenarkan segala perkara. Bahkan ada orang yang tanpa ragu menggunakan kebebasan yang dimiliki untuk menindas dan merugikan orang lain. Inikah yang dimaksud dengan “Kebebasan yang sebenarnya”?

Ketika Paulus menulis bagian yang kita baca ini, pada saat itu sedang ada pemberita Injil palsu yang mengacaukan jemaat di Galatia. Mereka adalah pengajar sesat yang berasal dari kalangan Yahudi, yang ingin mengajak jemaat Galatia untuk kembali pada legalisme Yahudi (Percaya bahwa perkenanan Allah ditentukan oleh kesalehan manusia dan ketaatannya kepada taurat). Melihat hal ini, Paulus kembali menegaskan tentang kemerdekaan yang jemaat Galatia miliki di dalam Kristus (ay. 13a). Sebab Allah mengutus Anak-Nya sebagai manusia yang takluk kepada Hukum Taurat supaya Anak-Nya itu memenuhi semua tuntutan Taurat. Kristus diutus untuk menebus mereka yang takluk kepada Taurat supaya kebenaran-Nya diperhitungkan menjadi kebenaran kita. Karya keselamatan Kristus ini tentu tidak boleh kita sia-siakan. Memang, kita tidak melakukan apa-apa untuk diselamatkan, tetapi bukan berarti bahwa kita tidak perlu melakukan apa-apa setelah diselamatkan. Sebab itulah Paulus mengajak kita untuk memberikan respons yang tepat terhadap karya Kristus.

Kalau legalisme bisa dianggap sebagai sayap kiri, maka antinomianisme adalah sayap kanan. Penganut legalisme mengejar perkenanan Allah melalui kesalehan diri sendiri. Penganut antinomianisme menganggap kesalehan sama sekali tidak diperlukan. Kita bebas berbuat apa saja. Antinomianisme inilah yang sedang dibicarakan di ayat 13b. Sebagian jemaat telah salah memahami kebebasan di dalam Kristus. Kebebasan tersebut dianggap sebagai “kesempatan untuk kehidupan dalam dosa”. Mereka lupa bahwa kebebasan sejati justru diperoleh dari Kristus untuk menaati Kristus. Sebab Yesus berkata dalam Yohanes. 8:32, “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”. Ketaatan pada firman Kristus adalah wujud kebebasan yang sejati. Kebebasan sejati, dengan kata lain memberikan seseorang pikiran Kristus, hati Kristus yang penuh kasih, dan tubuh yang mau bergerak untuk menebar kasih Kristus. Sebagaimana Paulus selanjutnya katakan dalam Galatia 5, bahwa kebebasan sejati mengajarkan seseorang untuk mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri (ayat 14).

Kebebasan yang sejati itu bukan berbicara tentang kita yang dapat mencapai potensi kita sepenuhnya, tetapi ketika kita akhirnya dapat membantu orang lain mencapai potensi mereka. Bukan bagaimana kita dapat menemukan diri kita sendiri, tetapi bagaimana kita dapat terbebas dari keegoisan diri, membuka mata kita, dan menemukan orang lain. Dan juga bukan tentang bagaimana kita akhirnya dapat mengejar mimpi kita. Melainkan bagaimana kita dapat mengisi mimpi kita itu dengan kebaikan orang-orang di sekitar kita. Firman Tuhan hari ini mengingatkan kepada kita bahwa kebebasan bukan tentang bisa melakukan apa saja demi “kenyamanan diri sendiri”, melainkan bisa melakukan apa saja demi “kebaikan bersama”. Inilah yang dimaksudkan Tuhan dengan kebebasan atau “kemerdekaan” yang sesungguhnya di dalam Kristus.

Oleh: Sdr. Nicholas Evan Setiawan

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *