“KESUKAAN BESAR UNTUK SELURUH BANGSA”

—- No.: 51/12/XXIII/2022 | Minggu, 18 Desember 2022 | Bahan: Lukas 2:10

Masa adven menjadi sebuah titik spiritual bagi kita untuk menanti dan berbenah, penantian akan kedatangan Yesus Kristus kembali dalam kemuliaan mengajarkan kepada kita bahwa, kegelisahan, pertobatan dan kegembiraan adalah bagian dari sebuah pengharapan. Dalam masa penantian ini, surat kepada orang Ibrani mengingatkan: “Marilah kita teguh berpegang kepada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia yang menjanjikan setia” (Ibrani 10:23). Maka dari itu di tengah masa penantian ini, kedatangan Kristus yang telah terjadi di Bethlehem menjadi dasar atas dari pengharapan pada Allah yang terbukti tidak pernah sia-sia. Nubuatan dari para nabi tentang kehadiran Juruselamat dunia yang menubuh dengan kelahiran Yesus sang Kristus, yang adalah Allah sendiri yang menjadi daging. Janji keselamatan bagi semua orang dan seluruh ciptaan terwujudkan dalam diri Yesus dari Nazaret.

Hari ini kita mau merenungkan apa yang terjadi dalam kedatangan Yesus ke dunia dan apa dampaknya bagi hidup kita semua. Sukacita adalah kata kunci bagi seluruh masa Adven, khususnya bagi umat Kristen yang menyadari makna spiritualnya. Allah sendiri datang ke dalam dunia dan menyediakan cara agar manusia yang berdosa dapat hidup kekal selamanya. Teks ini pada umumnya dianggap sebagai salah satu Hymn Natal yang paling sukacita yang ada, bukan dalam arti membuat gembira, tetapi memiliki kesadaran yang dalam dan sungguh-sungguh akan apa arti dari kelahiran Kristus bagi umat manusia. Natal adalah kisah bagaimana Tuhan menjadi duniawi dan manusiawi, tidak ada tempat bagi-Nya di penginapan, lahir di kandang Betlehem. Ia lahir dalam keluarga tukang kayu, keluarga yang bersahaja seperti kebanyakan dari kita. Tuhan kita adalah Tuhan yang datang di “Tepian kehidupan” bukan di “Pusat kehidupan”.

Mereka yang berada di tepianlah yang kerap ditinggalkan serta tidak dipedulikan oleh mereka yang berada di tengah. Merekalah yang paling membutuhkan pertolongan bahkan pembebasan yang tidak mungkin datang dari siapapun kecuali dari Tuhan. Maka sejak Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru mereka “Yang di tepian”, justru yang diperhitungkan Allah. Misalnya, alih-alih Barak justru Debora yang dipakai Tuhan untuk memenangkan umat-Nya. Dalam daftar panjang orang-orang tepian itu, kita kenal nama Yefta si anak haram, Rahab sang pelacur, murid-murid Yesus yang sebagian besar orang bersahaja, Maria Magdalena, dan tentu saja para gembala di padang Efrata.

Lalu apa yang dapat kita maknai dari “Kesukaan besar bagi seluruh bangsa” yang sesungguhnya:

1. Belajar dari para gembala

Maka bukanlah suatu kebetulan bahwa kelahiran Yesus Kristus diberitakan kepada para gembala. Padahal mereka adalah orang sederhana, yang hanya tahu tentang ternak, dan bersedia berbulan-bulan tinggal di padang. Mereka tidak berpendidikan dan tidak kenal tata sopan santun. Ditinjau dari aspek religius para gembala jelas tidak dapat diandalkan. Mereka nyaris tidak pernah memenuhi aturan dalam Taurat. Sedangkan dalam aspek sosial, para gembala tidaklah dapat dipercaya. Itu sebabnya para gembala tidak dibolehkan menjadi saksi dalam suatu perkara pengadilan. Tetapi justru dari mereka inilah, yang jelas-jelas berada di tepian, kita dapat belajar bagaimana menyambut kedatangan Kristus.

2. Takut

Kedatangan Kristus. Bahkan kehadiran Allah pun tidak kita sambut dengan semestinya, alih-alih takut. Sebab kita lebih mudah takut pada krisis moneter global, fluktuasi bunga deposito di bank, kenaikan pajak, bahkan dalam kenyataannya kita lebih takut terhadap hal-hal itu daripada terhadap kedatangan Kristus dan kehadiran Allah dalam hidup kita. Maka tak perlu diherankan bila akibatnya kita tidak terlalu memedulikan kehendak Tuhan serta mengabaikan norma-norma ketuhanan. Sehingga dunia dan kehidupan menjadi kian rusak.

3. Percaya

Para gembala pergi ke Betlehem bukan untuk mengetahui atau memeriksa apakah berita yang dibawa malaikat itu benar atau tidak. Mereka pergi karena percaya pada firman Tuhan melalui malaikat-Nya. Maka itu mereka tidak kecewa ketika ternyata yang mereka dapati sangatlah bersahaja. Seorang bayi kecil dan lembut di kandang hewan, terbaring di tempat makanan ternak. Mereka percaya bahwa bayi yang bersahaja itu adalah sang Kristus.

4. Memuji Tuhan

Perjumpaan dengan sang Kristus mengubah mereka. Memang mereka kembali memasuki dunia orang tepian yang sama, tetapi dalam pujian kidung yang baru. Kidung pujian yang mengubah segalanya, perspektif kehidupan, harapan yang baru, keselamatan! Inilah makna Natal yang terdalam: Kristus lahir maka para gembala lahir kembali! Anak datang agar kita datang kepada Bapa. Inilah yang telah terjadi pada para gembala.

5. Bersama Kristus menuju ke tepian

Oleh karena itu mari menuju ke tepian kehidupan dan belajar dari para gembala. Mari belajar untuk takut, percaya serta memuji Tuhan dengan kidung yang baru. Bukan kidung malaikat, tetapi kidung orang-orang tepian. Sebab kepada merekalah Tuhan datang dan merekalah yang empunya kerajaan surga. Agar pada akhirnya semua yang berada di tepian bisa datang ke pusat kehidupan bersama Tuhan. Sehingga “Imanuel” menjadi kenyataan bagi semua, dan sukacita pun dirasakan oleh semua.

Perenungan:

Sekalipun situasi kita tidak begitu baik pada Natal ini, jangan lepaskan sukacitamu. Sukacita ini adalah hadiah yang berharga dari Kristus, Dia ingin kita mendapatkannya sepanjang hari ini dan setiap hari. Natal barulah awal dari segala sesuatu yang menanti kita di surga, sukacita yang tidak terusik dan tidak terhalang di hadirat Tuhan, maka sambutlah rajamu dan bergembiralah.

Oleh: Ev. Yonathan Setiawan

share

Recommended Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *