“SESUNGGUHNYA AKU INI ADALAH HAMBA TUHAN”

—- No.: 1/1/XXIV/2023 | Minggu, 1 Januari 2023 | Bahan: Lukas 1:38

Setiap orang selalu mengharapkan hal yang baik terjadi dalam hidupnya, rasanya tidak ada yang dalam keadaan stabil mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi baginya atau bagi orang yang dikasihinya. Tahun lalu, kita mengawali tahun 2022 dengan harapan, impian, cita-cita dan segala hal yang baik, dengan semangat dan optimisme tinggi, kita berharap bahwa apa yang kita targetkan itu terwujud. Kalau kita dapat kilas balik, mungkin kita menemukan bahwa kita jauh dari apa yang kita bayangkan pada awal tahun. Sebagian orang terdampak buruk, sebagian lain justru mendapatkan berkah yang tak’ terduga. Sebagian orang menyesali apa yang terjadi, sebagian lain bersyukur karena ada banyak hal baru yang didapatkan dari situasi ini. Pada akhirnya kita menyadari bahwa pandangan manusia hanya sebatas tembok, tidak mampu melampauinya.

Jemaat yang dikasihi Tuhan, jika kita merenungkan secara mendalam, setiap kejadian apa pun itu, selalu bersifat netral. Hujan di siang bolong, gelas yang terjatuh dari meja makan, ban mobil yang kempes di tengah jalan, dan rangkaian peristiwa lainnya, selalu bersifat netral. Namun, yang membuatnya berbeda adalah bagaimana persepsi kita melihat kejadian tersebut. Hujan di siang hari yang sama bisa disyukuri oleh sejumlah orang, dan bisa disesali oleh orang yang lain. Semua tergantung dari bagaimana kita melihat kejadian itu. Kita tidak selalu bisa mengendalikan apa yang terjadi di sekitar kita, itu benar-benar di luar kontrol kita. Namun, kita bisa mengendalikan persepsi yang kita pakai dan persepsi itulah yang menentukan tindakan apa yang kita ambil untuk merespons kejadian tersebut.

Beberapa waktu lalu, kita merayakan Natal, Natal adalah keajaiban dunia yang diberikan kepada Allah untuk manusia, …pada momen itulah kita mengingat cinta Allah yang begitu besar pada umat-Nya dalam wujud Yesus Kristus yang hadir di tengah dunia. Biasanya, kita merayakan Natal dengan melihat ke masa lalu, yaitu peristiwa kelahiran Yesus. Tentu hal ini penting dan tidak boleh kita lupakan. Namun, ada hal lain yang perlu kita lakukan walau sering terlupakan, yaitu merayakan Natal dengan melihat ke depan, sebuah harapan. Kelahiran Yesus di tengah dunia sesungguhnya adalah kelahiran sebuah harapan baru. Harapan yang membawa pembebasan dan sukacita bagi mereka yang mengimaninya.

Saya ingin mengajak kita untuk sejenak melihat masa lalu, tentang peristiwa pemberitaan kabar baik yang dibawa oleh malaikat, sebelum kita menatap masa depan dalam kontek Injil Lukas 1:38 yang sudah kita baca.

  1. Perasaan malu, karena celaan, sebab hubungannya dengan Yusuf sedang dalam tahap yang belum memungkinkannya dapat mengandung. Walaupun telah menjadi suami istri, tetapi dalam budaya Yahudi, perlu jangka waktu tertentu untuk berkumpul sebagai suami istri.
  2. Hubungannya dengan Yusuf suaminya terancam putus, masa depan berantakan sebab saat itu secara budaya yang menjunjung tinggi virginitas, Maria justru sedang dalam tahap “Uji kesetiaan”. Bagaimana mungkin justru di saat itu dia ketahuan hamil?
  3. Ancaman hukuman dilontari dengan batu sampai mati (Ulangan 22:23-24).

Tantangan di atas baru sebagian kecil dari kesulitan jangka pendek yang bakal dihadapi oleh Maria. Bagaimana jangka panjangnya? Tentu kita sudah tahu apa konsekuensi yang kemudian dipikul oleh Maria sepanjang hidupnya. Dan dari awal Maria sudah mengerti betul apa konsekuensi yang akan diterimanya jika ia bersedia memenuhi panggilan Allah ini. Namun respons Maria sungguh luar biasa! dengan melontarkan kalimat:

“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan: jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.

Lalu; apakah makna dari perkataan ini?

  1. Kerendahan Hati. Di mana Maria menempatkan dirinya sebagai hamba (memakai kata Yunani “Doule” yang berarti “Hamba perempuan”). Sebagai orang Israel, Maria paham betul apa arti kata hamba. Hamba adalah seorang yang tidak berhak menerima apa pun bahkan pujian atau terima kasih. Hamba hanya menjalankan tugas untuk menyenangkan hati tuannya. (Lukas 17:7-10).
  2. Ketaatan. Maria bukan hanya tahu menempatkan diri sebagai hamba. Ternyata Maria juga rela hati menerima semua kesulitan dan penderitaan dengan rasa syukur bukan dengan sungut-sungut apalagi pemberontakan. (Lukas 1:46-56).
  3. Kualitas Iman. Melalui ucapannya Maria seolah berkata “Terserah pada Tuhan” Hal ini membuktikan seperti apa kualitas imannya. Sehingga sekali pun banyak tantangan dan tanda tanya dibenaknya, bagaimana mungkin semuanya itu terjadi? Tetapi Maria percaya penuh akan sabda Tuhan bahwa: “…Bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Lukas 1:37). Di momen inilah saya ingin mengajak kita tidak hanya merayakan Natal, namun juga menyongsong tahun baru yang bukan sekadar melihat ke belakang, melainkan juga menatap masa depan dengan sebuah keyakinan dan pengharapan.

Perenungan:

Harapan apa yang muncul dalam diri jemaat Tuhan pada Natal yang baru saja kita lalui? Dan harapan apa yang muncul dalam keluarga saudara? Sebagaimana yang sempat saya utarakan di atas, setiap kejadian bersifat netral. Bahkan Natal yang kita rayakan setiap tahunnya pun bersifat netral, ia takkan bermakna jika kita tidak memaknainya, ia tidak akan berarti jika kita tidak menghayati dan membuatnya memiliki arti. Jangan lewatkan peristiwa Natal yang begitu saja, maknailah peristiwa besar itu di tengah kehidupan keluarga saudara. Dan kini, pada awal tahun yang baru ini, apa yang saudara harapkan akan terjadi dalam kehidupan saudara? Berharaplah agar hal yang baik bukan hanya terjadi pada diri kita dan keluarga kita, melainkan sisipkanlah juga harapan kepada Tuhan, agar kita bisa meneladani Kristus, yang kehadiran-Nya mampu membawa pembebasan dan harapan bagi orang-orang di sekitar kita. Kiranya Allah Bapa, anak dan Roh Kudus melingkupimu, mengasuh dan mendewasakanmu, memandangmu dan tersenyum padamu kini dan selamanya. Selamat Tahun Baru 2023. AMIN.

Ev. Yonathan Setiawan

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *