“MENGABDI KEPADA TUHAN YANG SAMA”

—- No.: 30/7/XXIV/2023 | Minggu, 23 Juli 2023 | Bahan: Efesus 6:1-9 —

Terpujilah Tuhan, Allah yang beserta kita. Oleh karena kasih-Nya kita beroleh hikmat menjalani kehidupan ini dengan penuh pengharapan. Di dalam Dia, keluarga-keluarga mengalami anugerah yang tak terhitung jumlahnya. Atas dasar itulah kita merayakan bulan keluarga yang setiap tahunnya dilakukan pada bulan Juli. Dengan merayakannya di bulan ini, bukan berarti fokus pada keluarga hanya pada bulan Juli saja. Setiap hari kita terus berfokus pada keluarga dan menjadikannya sebagai kebiasaan.  Hal itu selaras dengan tema Firman Tuhan yang hendak kita pahami “Mengabdi kepada Tuhan yang sama”. Hampir semua keluarga pasti pernah mengalami konflik, entah besar atau kecil. Sumber konflik ada banyak, salah satunya adalah perbedaan. Namun, siapa yang dapat menghindari perbedaan? Rasanya tidak ada. Itu sebabnya konflik tidak terelakkan, pasti terjadi di tengah komunitas termasuk keluarga. Di tengah kemungkinan konflik, apakah yang dapat kita lakukan sebagai anggota keluarga?

Tentu kita mengetahui bahwa manusia kerap disebut sebagai homo mimesis, makhluk peniru. Secara alamiah manusia hidup dan mengembangkan diri dengan cara meniru realitas yang ada di sekitarnya. Pola inilah yang dikembangkan olah Paulus dalam menyampaikan nasihat kepada jemaat Filipi yang potensial mengalami perpecahan. Bagi Paulus cara terbaik untuk hidup bersama dalam komunitas adalah dengan merendahkan diri sebagaimana yang diteladankan oleh Kristus (Filipi 2:1-13).

Keluarga yang meneladan Kristus dan membiasakan hidup dengan saling merendahkan diri akan bertumbuh dalam kesatuan. Dengan demikian, perbedaan dan konflik dalam keluarga akan ditransformasi menjadi sarana pertumbuhan keluarga. Efesus 6:1-9, hendak menegaskan bahwa kuasa Tuhan dalam hubungan dengan keluarga dan pekerjaan kita, baik sebagai anak dan orang tua, atau atasan dan bawahan. Anak-anak diperintahkan untuk menaati orang tua dalam Tuhan. Ayah yang mewakili status orang tua diminta untuk mendidik anak-anak dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Para hamba diperintahkan untuk taat seperti kepada Kristus sendiri dan para tuan diperingatkan untuk tidak memandang muka. Semuanya di bawah perintah dan otoritas Tuhan. Dialah Tuhan atas keluarga, jabatan yang kita miliki dan lainnya.

Lalu apa yang dapat kita maknai dari “Mengabdi kepada Tuhan yang sama” yang sesunguhnya:

  1. Mengajar dan mendisiplinkan

Allah memilih dan memercayakan anak-anak kepada orang tua untuk dirawat dengan sungguh-sungguh. “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan…” (Kejadian 18:19). Dia ingin Anda tahu bahwa koreksi yang tegas akan melatih anak-anak Anda untuk mematuhiNya. Koreksi yang konsisten dan penuh kasih akan membantu anak-anak Anda untuk belajar kebenaran yang alkitabiah, seperti disiplin diri. Abraham membesarkan anak-anaknya dengan takut akan Tuhan, karena itu Tuhan memberkatinya. Dengan menerapkan standar Allah, kita juga dapat menerima berkat Allah sebagai orang tua.

  1. Hubungan antara anak dan orang tua

Hormatilah ayahmu dan ibumu ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.” Meskipun dalam tulisannya yang lain Paulus juga memberi kritikan tajam kepada anak-anak yang tidak patuh (Roma. 1:30, 2 Timotius. 3:1-5), namun itu tidak berarti bahwa anak-anak harus selamanya patuh. Jika orang tua meminta mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak alkitabiah, mereka harus ingat bahwa hukum Allah selalu memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada perintah manusia (Kisah Para Rasul. 5:29). Anak-anak yang sudah dewasa dan meninggalkan orang tua mereka untuk membangun keluarga baru juga tidak pernah terbebas dari tanggung jawab untuk menghormati orang tua mereka.

Menjadi orang tua Kristen meliputi hal-hal berikut ini:

  1. Mendengarkan. Orang tua yang baik mau mendengarkan perintah Allah dan mengerti perintah itu dengan sungguh-sungguh sehingga “tertanam dalam hati” dan menjadi bagian dari diri.
  2. Mematuhi. Pengetahuan saja tidaklah cukup. Selain mendengarkan, orang tua harus terus mematuhi ketetapan dan perintah Allah.
  3. Mengasihi. Orang tua terlebih dahulu ada sebagai individu yang mengasihi dan melayani Allah. Jika kita diberi anak, mengasuh mereka merupakan bagian dari tujuan hidup kita, tetapi membesarkan anak bukanlah satu-satunya tujuan hidup kita.

Perenungan:

  1. Pernahkah kita bertanya seberapa besar pemerintahan Allah itu hadir dalam hidup kita, baik dalam keluarga dan pekerjaan kita?
  2. Bagaimana wujud kekristenan kita hari ini di tengah keluarga, pekerjaan, dan lainnya? Adakah kita menghadirkan Allah dalam segala aspek hidup kita?

Oleh: Ev. Yonathan Setiawan

 

share

Recommended Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *