“MENJAGA KESEHATAN EMOSI KELUARGA”
— No.: 3/1/XXV/2024 | Minggu, 21 Januari 2024| Bahan: 1 Timotius 5:8 —
Beberapa tahun yang lalu, orang-orang Kristen di Amerika digegerkan dengan berita kematian Jarred Wilson yang mengakhiri hidupnya sendiri di usia 30 tahun. Padahal Jarred adalah salah satu asisten pendeta dari gereja besar Harvest Christian Fellowship di California dan salah seorang penggerak dari Anthem of Hope, sebuah pelayanan untuk orang-orang yang mengalami depresi. Bagaimana mungkin yang memiliki latar belakang seperti ini malah mengalami isu kesehatan mental?
Di zaman ini, kesehatan mental adalah salah satu topik yang terus dibicarakan oleh banyak orang. Di Indonesia sendiri, menurut Riskesdas Kemenkes pada 2018, 20 persen dari 250 juta jiwa populasi Indonesia berpotensi mengalami gangguan mental. Sayangnya, banyak orang Kristen yang menyepelekan tentang kesehatan mental ini dan beranggapan bahwa dengan iman maka semua persoalan akan hilang. Sehingga, bagi mereka, orang-orang Kristen yang mengalami isu kesehatan mental ini dianggap kurang beriman atau terlalu banyak mengandalkan diri sendiri. Padahal beberapa tokoh hebat dalam Alkitab juga pernah mengalami keputusasaan. Ada Elia yang ingin cepat-cepat mati (1 Raja-raja 19:4), kemudian Yeremia yang mengutuki kelahirannya (Yeremia 20:14-15), dan juga Paulus dengan pelayanannya yang begitu keras sehingga dia kehilangan harapan (2 Korintus 1:8). Kita melihat bahwa tokoh-tokoh Alkitab yang seringkali dianggap hebat nyatanya juga tidak kebal terhadap keputusasaan.
Sangat konyol dan sombong jikalau kita berani menghakimi sesama orang percaya yang bergumul dengan kesehatan mentalnya, terlebih jika penghakiman itu diberikan oleh keluarganya sendiri. Padahal keluarga memegang sebuah peranan yang sangat penting di dalam menjaga kesehatan mental seseorang. Sebab kondisi sebuah keluarga serta berbagai interaksi yang terjadi di dalamnya akan sangat mempengaruhi kepribadian, terlebih Kesehatan mental dan emosi seseorang.
Firman Tuhan hari ini menyatakan bahwa orang Kristen yang tidak menghormati orang tua dan memperhatikan keluarganya disebut sebagai “murtad” dan “lebih buruk daripada orang yang tidak beriman.” Paulus ingin menegaskan bahwa orang-orang yang tidak memperhatikan keluarga mereka itu jauh lebih buruk daripada orang yang tidak percaya. Sebab seorang anggota gereja yang baik adalah anggota keluarga yang baik juga. Maka jika kita belum menjadi anggota keluarga yang baik, itu artinya kita belum benar-benar menghidupi injil Tuhan dan menjadi seorang pengikut Tuhan yang baik. Dan seperti kata Paulus, orang-orang yang tidak menghidupi Injil tidak lebih baik daripada mereka yang tidak memercayainya. Kiranya Tuhan menolong kita, agar kita dapat secara sadar memperhatikan dan menjaga kesehatan emosi setiap anggota keluarga. Sehingga keluarga kita pun dapat menjadi ”tempat yang aman”, di mana mereka merasa begitu dicintai, dihargai, dan dilindungi sama seperti apa yang Tuhan telah lakukan kepada kita. Soli Deo Gloria.
Oleh: Bp. Nicholas Evan Setiawan, S.Th.
Recommended Posts
“PENGHARAPAN DI TENGAH PERBEDAAN”
November 30, 2024
“SEORANG PUTRA TELAH DIBERIKAN UNTUK KITA”
November 20, 2024
“PERSEMBAHAN ROHANI DARI IMAMAT KUDUS”
November 14, 2024