“DAN ALLAH PUN MENYESAL”

— No.: 37/9/XXV/2024 | Minggu, 15 September 2024| Bahan: Yunus 3:1-10  –

Pendahuluan: Bacaan Yunus 3:1-10 mengisahkan perjalanan Yunus yang mendapat kesempatan kedua untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada kota Niniwe. Dalam proses ini, kita melihat transformasi dalam sikap Yunus dan respons dari bangsa Niniwe, yang berujung pada pertobatan dan perubahan sikap Allah. Khotbah ini akan dibagi ke dalam tiga bagian: “Kesempatan Kedua,” “Pertobatan Niniwe,” dan “Dan Allah Pun Menyesal.”

  1. Ayat 1-3: Kesempatan Kedua

Bagian pertama bacaan ini menyoroti bagaimana Tuhan memberikan kesempatan kedua kepada Yunus untuk menjalankan peran yang telah Tuhan tetapkan baginya. Awalnya, Yunus adalah seorang yang menolak panggilan Allah dan bahkan mencoba melarikan diri. Namun, setelah pengalaman pribadi dengan Tuhan dalam perut ikan, Yunus akhirnya diberi kesempatan kedua untuk melakukan tugasnya.

Dalam konteks kepemimpinan dan pengikut, gaya “Followership” Yunus mengalami perubahan signifikan:

Pasal 1: Yunus adalah seorang “Pengkritik” (High Critical Thinking, Low Engagement). Ia bersikap kritis terhadap perintah Tuhan namun menolak melibatkan dirinya secara penuh.

Pasal 2: Yunus menjadi seorang “Konformis” (Low Critical Thinking, High Engagement). Ia mulai terlibat dengan kehendak Tuhan namun belum sepenuhnya memahami atau mengkritisi perannya.

Pasal 3: Yunus berubah menjadi “Mitra Efektif” (High Critical Thinking, High Engagement). Ia akhirnya mengambil peran secara efektif, mendengar perintah Tuhan, dan melibatkan diri dengan penuh pemahaman dan kesadaran.

Pasal 4: Yunus beralih menjadi “Pragmatis” (Moderate Critical Thinking, Moderate Engagement), di mana ia menjalankan perintah Tuhan meskipun masih menyimpan ketidakpuasan.

Dalam perubahan ini, Allah menunjukkan sikap yang mencerminkan growth mindset. Tuhan percaya bahwa manusia dapat belajar dari kesalahan dan memberikan kesempatan untuk bertumbuh dan berubah. Growth mindset adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kualitas seseorang dapat berkembang melalui usaha dan pembelajaran. Berbeda dengan fixed mindset, yang mempercayai bahwa kemampuan adalah sesuatu yang tetap dan tidak dapat diubah.

Tuhan memberi Yunus kesempatan untuk tumbuh menjadi “Effective Follower” yang tidak hanya taat, tetapi juga berpikir kritis dan melibatkan diri dengan sepenuh hati dalam kehendak Tuhan.

  1. Ayat 4-8: Pertobatan Niniwe

Setelah menerima kesempatan kedua, Yunus pergi ke kota Niniwe dan menyampaikan pesan Tuhan bahwa kota itu akan dihancurkan dalam 40 hari jika mereka tidak bertobat. Tanpa terduga, bangsa Niniwe merespons dengan sangat positif. Mereka meninggalkan kebiasaan buruk mereka, berpuasa, mengenakan kain kabung, dan bahkan Raja Niniwe sendiri bertobat dan memerintahkan seluruh bangsa untuk berdoa dan bertobat dari kejahatan mereka.

Menurut teori Daniel Kahneman dalam bukunya Thinking Fast and Slow, bangsa Niniwe yang semula hidup dalam Sistem 1 (pola pikir otomatis dan kebiasaan) akhirnya mampu keluar dari rutinitas buruk mereka dan berpindah ke Sistem 2 (pemikiran lebih lambat, sadar, dan penuh pertimbangan). Sistem 1 cenderung membuat kita terus bertahan dalam pola pikir lama dan perilaku yang otomatis, sedangkan Sistem 2 membantu kita untuk berpikir kritis, merenung, dan membuat keputusan berdasarkan nilai yang lebih tinggi.

Bangsa Niniwe memanfaatkan Sistem 2 ini dengan mendengarkan peringatan Yunus, mengkritisi cara hidup mereka yang salah, dan memilih untuk bertobat secara sadar. Mereka tidak terjebak dalam kejahatan yang sudah menjadi kebiasaan, tetapi mampu mengubah pola pikir dan perilaku mereka.

  1. Ayat 9-10: Dan Allah Pun Menyesal

Bagian terakhir dari bacaan ini menunjukkan perubahan sikap Allah. Ketika bangsa Niniwe bertobat dengan sungguh-sungguh, Allah menyesal atas niat-Nya untuk menghancurkan mereka dan mengurungkan hukuman yang telah direncanakan. Frasa “Allah pun menyesal” ini kerap menimbulkan diskusi teologis.

Menurut pandangan para teolog Anabaptis pengikut Menno Simmons (Menno Nite), frasa “Allah menyesal” bukanlah bukti bahwa Allah tidak konsisten atau tidak mahatahu, melainkan menunjukkan kasih Allah yang dinamis.

Bagi penganut Mennonite, Allah adalah pribadi yang responsif terhadap tindakan manusia. Ketika manusia berubah, Allah juga “berubah” dalam arti bahwa Dia menyesuaikan tindakan-Nya dengan respons manusia.

Konsep ini selaras dengan keyakinan bahwa Allah menginginkan hubungan yang penuh kasih dengan manusia, di mana ada ruang bagi kebebasan manusia untuk bertobat, dan Allah dengan penuh belas kasih akan merespons dengan rahmat-Nya. Pertobatan manusia membuka pintu bagi kasih karunia Allah untuk bekerja.

Kesimpulan: Bacaan Yunus 3:1-10 mengajarkan kita tentang kesempatan kedua, pertobatan, dan respons Allah yang penuh kasih. Melalui Yunus, kita belajar tentang pentingnya menjadi pengikut yang efektif, yang berpikir kritis dan melibatkan diri sepenuhnya dalam kehendak Tuhan. Melalui bangsa Niniwe, kita diingatkan bahwa perubahan sejati membutuhkan kesadaran penuh dan keluar dari kebiasaan buruk yang otomatis. Dan akhirnya, melalui Allah yang “menyesal,” kita melihat kasih Tuhan yang responsif terhadap pertobatan manusia. Kasih-Nya selalu terbuka untuk mereka yang mau bertobat dan kembali kepada-Nya.

Oleh: Bp. Theodore Septana Pribadi

share

Recommended Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *