“GRATIA EXCEDIT TERMINOS (Anugerah Mengatasi Batas)”

— No.: 39/9/XXV/2024 | Minggu, 29 September 2024| Bahan: 2 Raja-raja 14:24-27; Matius 12:15b-21

Kristen Eksklusif atau Kristen Inklusif. Kedengarannya serupa, namun sebenarnya kedua istilah tadi sangatlah berbeda. Sikap inklusif berbeda dengan sikap eksklusif. Sikap inklusif adalah sikap yang   memiliki karakter terbuka terhadap keberagaman agama sehingga memiliki rasa toleransi tinggi dan mudah berinteraksi dengan agama lain. Sedangkan sikap eksklusif adalah sikap yang memiliki karakter membatasi pergaulan dengan menganut agama lain sehingga cenderung memisahkan diri dan menutup diri, bahkan intoleran terhadap penganut agama lain. Dan nabi Yunus adalah salah satu contoh umat Tuhan yang “Eksklusif.”

Yunus adalah seorang nabi yang sangat mencintai bangsanya, namun membenci bangsa lainnya. Dalam pikirannya, Niniwe pantas dihukum, bukan diampuni. Bagi Yunus, anugerah Allah seharusnya hanya untuk Israel, umat pilihan-Nya. Ia adalah seorang umat Tuhan yang “Ekslusif” atau yang dalam doktrin keselamatan dikenal dengan sikap “Partikularisme,” yaitu pandangan bahwa belas kasihan Tuhan terbatas hanya bagi sekelompok orang tertentu. Yunus mewakili kelompok dalam Israel yang percaya bahwa Allah hanya berbelas kasihan kepada Israel, dan bukan kepada bangsa-bangsa lain. Namun, Tuhan menunjukkan kepada Yunus bahwa belas kasihan-Nya tidak terbatas. Dalam Yunus 4:11, Tuhan bertanya, “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe. . . yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” Ini adalah pengingat bahwa Tuhan tidak hanya mengasihi Israel, tetapi juga bangsa-bangsa lain.

Kisah Yunus adalah cerminan dari ketegangan teologis dalam sejarah umat Tuhan: apakah Allah hanya peduli pada umat pilihan-Nya, atau apakah kasih-Nya meluas kepada semua orang? Dan Tuhan menjawab pertanyaan ini dengan jelas melalui kehadiran Yesus Kristus yang merupakan perwujudan nyata dari kata “Gratia Exedit Terminos,” sebuah ungkapan dalam bahasa Latin yang berarti “Anugerah Mengatasi Batas.” Jika apa yang dilakukan oleh Yunus mencerminkan sikap “Partikularisme,” karya keselamatan Kristus mencerminkan sikap “Universalisme.” Sebab, melalui karya keselamatan Kristus kita melihat bahwa kasih dan anugerah Allah tidak dibatasi oleh garis suku, budaya, bangsa, atau dosa manusia. Sama seperti yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya, bahwa melalui hamba-Nya Tuhan akan “menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan menyatakan keadilan kepada bangsa-bangsa . . . Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.” Inilah puncak dari “Gratia Exedit Terminos,” sebuah  anugerah yang mengatasi setiap batas yang pernah ada.

Sebagai orang-orang Kristen yang hidup dalam kasih karunia Tuhan, kita juga dipanggil untuk menjalani hidup yang mencerminkan anugerah yang melampaui batas. Pertanyaannya, selama ini apakah kita sudah menjadi orang Kristen Inklusif atau jangan-jangan kita juga jadi orang Kristen yang Eksklusif seperti Yunus? Oleh sebab itu, sebagaimana Allah telah berbelas kasihan kepada kita, mari kita belajar untuk berbelas kasihan kepada sesama kita juga, apapun latar belakang mereka.

Oleh: Bp. Nicholas Evan Setiawan

share

Recommended Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *