“PEKERJA-PEKERJA TUAIAN”

— No.: 21/05/XXVI/2025 | Minggu, 25 Mei 2025| Bahan: Lukas 10:1-12

Kita hidup di zaman yang aneh. Teknologi membuat kita dapat terhubung dalam hitungan detik ke seluruh penjuru dunia, namun ironisnya, kesepian justru semakin merajalela. Media sosial memperbanyak teman virtual, tetapi memperkecil relasi sejati. Dunia terasa kecil, tetapi hati manusia terasa kosong.

Sosiolog ternama, Zygmunt Bauman, dalam konsep “liquid modernity” mengatakan bahwa kita hidup di dunia yang semakin cair: hubungan, komitmen, dan makna menjadi cepat berubah dan dangkal. Dunia global terasa lebih kecil, tetapi manusia merasa lebih kosong dan terasing. Dalam situasi seperti ini, gereja pun sering terjebak. Sibuk dengan urusan internal: rapat, administrasi, program demi program. Seolah-olah gereja hanya ada untuk mengurus dirinya sendiri. Padahal, panggilan kita bukan itu! Bacaan kita hari ini, dari Lukas 10:1-12, mengingatkan: kita ini diutus. Kita adalah “pekerja-pekerja tuaian,” bukan penonton di pinggir lapangan.

Yesus mengutus tujuh puluh murid-Nya – teks Yunani memakai kata aphesteilen (ἀpέsteιλeν), “mengutus,” dengan nada pengutusan resmi seorang Raja kepada utusan-Nya. Mereka diutus “ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.” (Lukas 10:1). Pertanyaannya: Apakah kita siap menjadi pekerja tuaian hari ini? Ataukah kita lebih nyaman di “markas besar” gereja kita?

Beberapa yang perlu dipahami tentang menjadi pekerja tuaian di zaman ini:

  1. Gereja yang Keluar. “Pergilah!” kata Yesus. Hypagete! (Ὓpaγete). Gereja tidak dipanggil untuk berdiam di menara gading. Ladang kita ada di luar: di sawah, dipasar, di jalan, di pabrik, dicafe, di dunia kerja, di media sosial, dll.
  2. Ketergantungan pada Allah, Bukan Metode. Kita boleh memakai strategi, teknologi, pelatihan Pekabaran Injil. Tapi jangan pernah mengandalkan itu! Kekristenan lahir dari doa dan kesiapan untuk praktek, bukan dari diskusi omon omon yang berkepanjangan.
  3. Injil yang Hidup dalam Tindakan. Murid-murid tidak hanya berkata-kata, mereka “menyembuhkan yang sakit” (ay. 9). Injil harus terlihat dalam praktek Firman yang nyata: membantu yang miskin, mendampingi yang kesepian, menghibur yang berduka, menyembuhkan yang sakit. Injil adalah kabar baik yang harus terasa baik!
  4. Siap Ditolak, Tapi Tetap Bekerja. Penolakan adalah bagian dari misi. Tetapi kita tetap pergi, tetap memberitakan, tetap menabur. Hasilnya? Itu urusan Tuhan. Amin.

Diringkas dari rancangan bahan khotbah bulan misi sinode GKMI tahun 2025

Oleh: Pdt. Eddy SS

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *