“MENDIDIK ANAK DALAM TAKUT AKAN TUHAN”

— No.: 43/10/XXVI/2025 | Minggu, 26 Oktober 2025| Bahan: Amsal 22:6 —

Generasi muda di zaman ini, sering disebut dengan “digital native,” karena mereka terlahir di tengah dunia digital dan terus terpapar banyak informasi dari berbagai gadget sejak mereka kecil. Bahkan setiap harinya, mereka menghabiskan rata-rata 8 hingga 10 jam di depan layar ponsel, tablet atau gadget lainnya. Tak bisa dipungkiri bahwa kita sedang hidup dalam sebuah era di mana dunia berusaha mendidik anak-anak kita. Bukan di sekolah, gereja, ataupun di rumah, melainkan melalui smartphone dan gadget mereka masing-masing. Tiap hari, tiap jam, mereka dibanjiri dengan berbagai nilai, gaya hidup, dan ideologi yang beragam lewat setiap konten yang mereka tonton dalam media sosial. Sayangnya, banyak hal yang diajarkan oleh dunia itu justru tak sejalan, bahkan bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh firman Tuhan.

Namun, di tengah arus besar inilah, firman Tuhan menegaskan dalam Amsal 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Ayat ini bukan hanya nasihat moral biasa, tetapi prinsip rohani yang mendalam. Ini adalah ajakan bagi setiap orang tua, keluarga, dan seluruh umat Tuhan untuk bersama-sama mendidik generasi muda kita dalam takut akan Tuhan.

Kata “didiklah” dalam bahasa Ibrani adalah ḥănōkh, yang juga berarti “melatih” atau “mendedikasikan.” Kata yang sama, yang juga digunakan ketika Salomo mempersembahkan Bait Allah (1 Raja-raja 8:63). Dengan demikian, mendidik anak bukan hanya membentuk perilaku, tetapi juga menyerahkan anak itu kepada Tuhan; membimbing mereka untuk hidup dalam relasi yang kudus dengan Tuhan. Salomo tidak sedang berkata, “Didiklah anak sesuai bakat yang ia punya,” tetapi “Didiklah anak untuk mengikuti jalan Tuhan.” Dan hasilnya? “Pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.” Apa yang bagian ini maksudkan bukanlah jaminan bahwa anak pasti tidak akan berdosa, melainkan sebuah prinsip bahwa benih iman yang ditanam dalam takut akan Tuhan itu akan tetap hidup, dan tidak akan hilang. Seperti benih yang mungkin tertidur lama di tanah, ia akan bertumbuh pada waktunya, karena firman Tuhan itu hidup dan kekal (1 Petrus 1:23).

Firman Tuhan sejak awal dengan jelas menyatakan bahwa tugas mendidik iman adalah tanggung jawab keluarga, bukan hanya lembaga gereja. Ulangan 6:7-9 berkata, “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Musa menulis perintah ini bukan untuk para imam, guru sekolah minggu, atau hamba Tuhan saja, tapi kepada seluruh umat Tuhan.

Bagi kita, orang-orang Anabaptis-Mennonite, keluarga dianggap sebagai sebuah “gereja kecil” (the first church), di mana anak-anak pertama kali mempelajari dan mengalami kasih Allah, pengampunan, disiplin, dan pelayanan. Mendidik anak untuk takut akan Tuhan berarti menjadikan firman Tuhan sebagai pusat kehidupan keluarga kita. Mulai dari bangun pagi, saat makan bersama, atau saat akan tidur; semua momen itu bisa jadi kesempatan untuk menanamkan kebenaran kepada anak. Karena itu, biarlah setiap tindakan kita didasari oleh kebenaran firman Tuhan, dan kiranya keluarga kita pun dapat dikenal sebagai sebuah keluarga yang takut akan Tuhan.

Oleh: Pdm. Nicholas Evan Setiawan

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *