“TUHAN ADA DI ANTARA KITA”

— No.: 47/11/XXVI/2025 | Minggu, 23 November 2025| Bahan: Matius 25:31-46

Jemaat GKMI Pengharapan yang terkasih dalam Kristus. Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Perayaan hari ini sekaligus penutup seluruh rangkaian tahun liturgi Gereja. Ada dua dimensi yang kita rayakan pada hari ini, yakni dimensi kosmik dan eskatologis. Dimensi kosmik hendak menekankan bahwa Kristus tidak hanya menjadi Raja bagi manusia, akan tetapi juga bagi segenap ciptaan atau alam semesta. Sedangkan dimensi eskatologis menegaskan pada Kristus yang akan datang dalam kemuliaan-Nya dan akan mengadili manusia dengan kasih.

Dalam khotbah pada pagi hari ini, saya hendak mengajak kita semua untuk merefleksikan secara mendalam satu hal amat penting yakni: “Kristus sebagai Raja Adil”. Yesus sebagai raja dan hakim yang adil itu ditegaskan dalam bacaan Matius 25:31-46. Penginjil Matius menunjukkan kepada kita bagaimana kelak Yesus Kristus akan menentukan orang yang duduk di sisi kanan dan kiri yang diumpamakan dengan “Domba dan Kambing”, antara orang yang benar dan yang berdosa. Pemisahan itu bukan terjadi semata-mata karena kuasa Yesus Kristus, tetapi berdasarkan pada tindakan kasih dan kebaikan manusia.

Injil Matius memberi gambaran kepada kita bahwa Kristus adalah Raja Semesta Alam. Ia adalah raja adil yang akan melakukan penghakiman berdasarkan pada tindakan kasih. “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya (ayat 31). Dalam takhta-Nyalah, Ia akan melakukan pemisahan terhadap orang fasik dan orang benar. Orang fasik digambarkan sebagai kambing dan orang benar digambarkan sebagai domba. Penghakiman tersebut menegaskan bahwa iman sejati tidak hanya dinyatakan melalui pengakuan atau keyakinan saja, tetapi harus diwujudkan dalam perbuatan kasih nyata kepada sesama yang membutuhkan. Yesus memisahkan domba dan kambing berdasarkan tindakan mereka—Melayani orang lapar, haus, asing, telanjang, sakit, dan dipenjara yang merupakan manifestasi iman hidup. Yakobus 2:17 dikatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Dengan kata lain, keselamatan oleh iman bukan berarti keselamatan tanpa tindakan; justru iman yang membawa keselamatan harus diikuti oleh tindakan nyata sesuai dengan kehendak Allah. Penghakiman dalam perumpamaan ini bukan untuk menilai doktrin iman, melainkan ketaatan dan kasih yang konkrit sebagai bukti iman yang sejati. Jadi, keselamatan oleh iman melalui anugerah Allah selalu terwujud dalam perbuatan kasih yang nyata dan bukan sekadar pengakuan iman lisan.

Jemaat yang terkasih, “Siapakah sesamaku”? adalah orang orang lapar, mereka yang haus, mereka yang tidak mempunyai tumpangan, mereka yang sakit, dan mereka yang ada di penjara. Yesus menghendaki pelayanan yang sungguh-sungguh pada mereka. Artinya bahwa pelayanan terhadap Kristus Raja Semesta Alam itu akan terwujud secara konkret ketika kita melayani orang-orang miskin dan terpinggirkan. Tentu setiap hari kita dapat jumpai ada begitu banyak saudara-saudari yang menderita; mereka tidak mempuyai tumpangan dan tidak mempunyai makanan. Pertanyaannya apakah kita sudah tergerak hati untuk menolong mereka? Ya, ternyata wajahTuhan ada diantara kita ada bersama-sama mereka yang menderita.

Lalu, apa yang dapat kita pelajari dari Injil Matius 25:31-46:

  • Identifikasi Kristus dengan Orang yang Menderita:Yesus mengajarkan bahwa Dia hadir secara khusus di antara mereka yang Paling hina
  • Perbuatan nyata sebagai ukuran Iman:Keselamatan tidak hanya berdasarkan pengetahuan tentang ajaran, tetapi pada respons praktis terhadap penderitaan sesama.
  • Penghakiman yang Adil:Pada akhir zaman, penghakiman Allah akan didasarkan pada cara kita memperlakukan sesama kita yang membutuhkan.
  • Kasih tanpa pamrih: Tindakan kebaikan yang digambarkan dalam perumpamaan ini dilakukan tanpa motivasi balas jasa (prinsip do ut des).

Lalu Implikasi etis praktis apakah yang gereja dapat lakukan berdasarkan dari Matius 25:31-46? Gereja harus secara aktif melaksanakan kasih Kristiani melalui tindakan nyata pelayanan kepada sesama yang paling membutuhkan. Pelayanan ini bukan sekadar tindakan sosial, tetapi merupakan wujud langsung dari pengajaran Yesus yang mengidentikkan diri-Nya dengan sesama yang menderita, sehingga melayani mereka berarti melayani Kristus sendiri. Oleh karena itu, gereja lokal harus menjadi agen solidaritas, membantu dan mengasihi tanpa memandang latar belakang. Penekanan ini menuntut gereja untuk mengintegrasikan pelayanan sosial dalam misi spiritualnya dan memperkuat iman jemaat melalui tindakan kasih konkret dalam komunitas mereka. Dengan demikian, gereja-gereja didorong untuk menjadi tempat yang nyata untuk menunjukkan kasih Kristus melalui pelayanan sosial, dan keterlibatan aktif dalam kebutuhan masyarakat, sehingga iman bukan hanya slogan tetapi dapat diwujudkan dalam perbuatan kasih yang konkret dan menyentuh kehidupan sesama.

Sebagai penutup, marilah kita membuka mata hati kita dan melihat Kristus pada setiap wajah mereka yang kelaparan, kehausan, telanjang, sakit, atau terpenjara di sekitar kita. Jangan biarkan kesibukan duniawi mengeraskan hati kita terhadap penderitaan sesama. Mari kita wujudkan iman kita melalui tindakan nyata. Mulailah dari lingkungan terdekat-mu: Ulurkan bantuan kepada tetangga yang sedang kesulitan, kunjungi yang sakit, atau berikan tumpangan kepada mereka yang membutuhkan. Setiap tindakan belas kasih, sekecil apa pun, yang kita lakukan bagi “Yang paling hina” dari saudara-saudari kita, sesungguhnya kita lakukan untuk Tuhan sendiri.

Jadikanlah hidup kita sebagai surat kasih Kristus yang dapat dibaca oleh dunia, sehingga pada hari penghakiman nanti, kita didapati sebagai “Domba-domba” yang setia, yang menerima undangan mulia, “Masuklah dan terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.” Terpujilah nama Tuhan! Amin.

Oleh: Ev. Yonathan Setiawan

 

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *