“MATA TUHAN MELIHAT”

—- No.: 46/11/XIX/2018 | Minggu, 18 November 2018 | Ratapan 3:26-36 —-

Kitab Ratapan memiliki latar belakang tentang tanggapan Tuhan terhadap kehancuran Yerusalem dan dampak yang terjadi setelah pasukan perang raja Nebukadnezar dari Babilonia menyerang dan memporak-porandakan Israel pada tahun 587 SM. Sebelumnya, selama dua abad para nabi sudah memperingatkan Yehuda mengenai malapetaka yang akan datang itu. Kendati demikian pengulangan ancaman hukuman Ilahi itu tak jua menyingkapkan mata mereka dan membuka pendengaran mereka.  Alih-alih bertobat dari kehidupan yang mendukakan Tuhan, hidup keseharian mereka justru mendukakan hati Tuhan.  Terlebih lagi penundaan hukuman Tuhan telah menenangkan bangsa itu sehingga mempunyai perasaan keamanan yang keliru. Kitab Ratapan meratapi hari itu, hari yang sudah diperingatkan oleh para nabi bahwa Tuhan akan menjadi “seperti seorang seteru” serta akan menghancurkan Israel “tanpa belas kasihan” (Ratapan 2 : 2,5). Kitab ini melukiskan kepiluan yang diakibatkan perubahan tragis dalam perjanjian dengan Tuhan.  Secara khusus pasal 3 merupakan ungkapan kesedihan dan pengharapan dari sang penyair.

Kesedihan sang penyair menyembur keluar bagaikan kesedihan seorang peratap pada saat penguburan kerabat dekat yang mati secara tragis. Ratapan ini mengakui bahwa tragedi tersebut merupakan hukuman Allah atas Yehuda karena pemberontakan berabad-abad para pemimpin dan penduduknya terhadap Dia.  Kini hari perhitungan telah tiba dan hari itu amat dahsyat. Dalam Ratapan, Yeremia bukan hanya mengakui bahwa Allah benar dan adil dalam segala jalan-Nya, tetapi juga bahwa Dia murah hati dan berbelaskasihan kepada mereka yang berharap kepada-Nya. Dari kitab Ratapan 3 : 26 – 36, kita dapat  memiliki refleksi tentang keberadaan Tuhan dalam  menghadapi penderitaan hidup.

Allah sengaja membiarkan Yerusalem mengalami kehancuran dan umat-Nya menjadi tawanan Babilonia. Ia mengijinkan mereka hidup sebagai orang buangan, hal ini terjadi bukan karena Allah tidak sayang kepada mereka tetapi itu merupakan hukuman pendisiplinan Allah yang adil karena dosa-dosa mereka. Jauh-jauh hari, berkali-kali para nabi tiada henti mengingatkan mereka untuk bertobat dan berbalik kembali kepada Allah, namun kenyataannya mereka tidak mau taat dan bertobat. Tuhan bekerja dengan caranya, Ia tidak ingin umat-Nya berkanjang dalam dosa, pendisiplinan akhirnya menjadi pilihan.  Dan pendisiplinan Allah itu sekaligus menyatakan bahwa Ia mengasihi umat gembalaan-Nya.

Allah itu benar dan adil. Penghakiman Allah tidak pandang bulu, tak terkecuali umat-Nya yang hidup dalam dosa.  Kendati demikian, Ia juga tidak dapat menahan perlakuan yang tidak wajar terhadap umat-Nya yang menjadi tawanan di tanah asing, sebagai korban ketidakadilan.  Pemerkosaan hukum dalam pengadilan atau tindakan-tindakan yang tidak benar di hadapan Allah menjadi kepedulian-Nya. Allah adalah pribadi yang peduli terhadap ketidakbenaran dan ketidakadilan yang menimpa umat-Nya.  Dari bagian ini kita dapat belajar, bahwa setiap orang yang menderita menjadi korban ketidakbenaran dan ketidakadilan, hendaknya meneguhkan hati untuk tetap sabar.  Tuhan sesungguhnya melihat dan peduli terhadap ketidakbenaran dan ketidakadilan yang menindas umat-Nya. Ia juga berbelaskasih kepada setiap orang benar yang menderita, tersingkirkan dan tertindas.  (TMS)

share

Recommended Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *