“BERDAMAI BAGIAN DARI IBADAH”

—- No.: 39/9/XX/2019 | Minggu, 29 September 2019 | Matius 5:21-26 —-

Beribadah adalah kecenderungan yang tertanam dalam jiwa manusia kepada Penciptanya. Adalah benar dan mulia, apabila kita memberi makna kehidupan dengan kewajiban yang sangat penting yakni beribadah kepada Allah yang mengasihi kita. Beribadah menjadi dinamika kehidupan spiritual bagi umat Allah. Jika diabaikan berakibat lemahnya kehidupan spiritual. Jika berkepanjangan meninggalkan ibadah, akan berakibat mengalami kematian spiritual dan segera berdampak banyak hal yang buruk dalam hidup kita.

Fungsi yang sangat menentukan bagi kehidupan spiritual dari ibadah, maka perlu merenung dalam-dalam, apa yang seharusnya dilakukan dalam beribadah agar bisa membangun ibadah yang benar dan berkenan kepada Allah. Beribadah adalah membangun relasi yang intim, timbal balik dengan Allah. Betapa mulia dan kudusnya Allah itu, maka orang yang beribadah kepadaNya tidak melakukan dengan sembarangan, supaya ibadahnya berkenan kepada Allah. Maka hidup orang yang beribadah harus berkenan, karena menyangkut relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama manusia.

Matius  5:23-24  Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai  dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

Untuk berdamai dengan Allah dalam beribadah, Allah menghendaki orang berdamai dengan sesamanya. Hal yang jahat yang telah dilakukan terhadap sesamanya harus diperbaiki sebagai prasyarat beribadah kepadaNya. Apa yang dianggap sepele dan biasa terjadi antar umat dengan sesamanya, dipersoalkan secara mendalam oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menyebut amarah yang tidak benar, penuh dengan sikap angkuh, sombong, benci, irihati, dendam adalah hal yang jahat. Pelampiasan menyebut sesama sebagai kafir dan jahil, bukanlah tanpa makna dan harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, karena dikategorikan telah berbuat jahat terhadap sesamanya.

Taurat hanya membatasi pada perbuatan, jika melakukan pembunuhan maka yang bersangkutan harus dihukum. Tetapi Tuhan Yesus melihat ke dalam sebagai akar dari tindakan pelanggaran terhadap Taurat, yakni hati yang jahat, meluap dalam perkataan jahat, yang berdampak mengenakan tangan untuk membunuh. Tuhan Yesus menghakimi sampai  pada kejahatan dalam hati, pusat rasa benci dan dendam, sering  banyak orang tidak lolos dari penghakimanNya.

Tuhan Yesus menghendaki  dalam beribadah adanya pembaharuan hidup umatNya yang utama, kemudian korban yang layak dipersembahkan. Perintah ‘jangan membunuh’ menjadi isyarat untuk mengoreksi dosa kebencian, irihati, dendam, penghinaan kepada sesama, supaya kita bisa mengalahkannya dan mengganti dengan pengampunan dan kasih. Segera harus dilakukan, supaya ibadah kita adalah ibadah yang benar dan berkenan kepada Allah. Berdamailah dengan orang di mana kita bermasalah dengan mereka, supaya layak menghampiri Allah. Ibadah dengan damai, media tumbuh kembang spiritual dan berbuah, menarik minat orang untuk bergabung dalam komunitas menyembah Allah dengan benar.

Oleh: Pdt. (Em.) Andreas Satiman

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *