“MEMIKUL SALIB, MENGIKUT TUHAN”

—- No.: 24/6/XXIII/2022 | Minggu, 12 Juni 2022 | Bahan: Matius 16:24-26 —-

Sebuah perjalanan kehidupan yang penuh dengan “Paradoks”. Itulah kehidupan kita sebagai orang Kristen. Kehidupan sebagai pengikut Kristus adalah sebuah petualangan untuk mendapatkan sukacita terbesar yang pernah ada. Tetapi untuk mendapatkan itu, firman Tuhan berkata “sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Matius 7:14). Secara paradoks, untuk mengejar sukacita terbesar, Tuhan mengatakan bahwa kita harus menyangkal diri kita sendiri dan rela untuk menderita.

Pada waktu itu, para murid sedang berada pada momen penuh euforia. Petrus mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias, lalu Yesus pun mengakuinya. Mesias yang telah lama ditunggu-tunggu oleh bangsa Israel sudah datang dan ada di hadapan mereka! Dan bahkan kedua belas murid memiliki peran yang penting dalam peristiwa ini! Anehnya, setelah momen penuh euforia itu, Yesus langsung membicarakan mengenai Ia yang akan dibunuh oleh musuh-Nya. Para murid pun kebingungan, sebab yang ada di pikiran mereka adalah Yesus akan menang dan dimuliakan. Betapa kagetnya Petrus, ketika Ia berusaha mengkoreksi Yesus namun Yesus malah menyebut koreksi Petrus tersebut berasal dari Iblis. Petrus “bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (ayat 23). Yesus paham bahwa inilah juga yang sedang terjadi pada semua murid dan orang-orang yang mengikuti Dia. Itulah sebabnya, Yesus mengatakan sebuah kenyataan yang pahit kepada mereka, bahwa “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”

Perkataan ini bukanlah sebuah perkataan yang sia-sia dan tidak berguna, sebab Yesus sedang mempersiapkan para murid-Nya, termasuk kita para pengikut Kristus di masa kini untuk memikul “Salib.” Misi yang diemban Yesus ketika datang ke dunia ini, dan yang saat ini juga diemban oleh kita para pengikut-Nya. Sebab, agar kita dapat menjalani “kehidupan yang sungguh-sungguh hidup,” kita harus mau “mati atas diri kita sendiri” dan “memikul salib” kita masing-masing. Kita harus mau mati atas keinginan untuk memuliakan diri, mati atas keinginan akan kehormatan dan pujian orang, mati atas harta dan kenikmatan duniawi, mati atas kehidupan dunia yang penuh dengan kenyamanan, dan mati atas berbagai hal lainnya di dunia ini. Satu-satunya cara untuk dapat merasakan “Sukacita terbesar” dan menikmati keselamatan di dalam Kristus, kita harus mau untuk “mematikan diri kita” dan membiarkan Kristus memimpin hidup kita. Seperti apa yang dikatakan oleh Paulus, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:20). Tentu, hidup sebagai murid-murid Kristus tidak akan mudah, bahkan terkadang “menyiksa.” Namun kita tidak perlu heran ataupun takut (1 Petrus. 4:12). Sebab Tuhan berjanji “Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (ayat 25). Marilah kita terus belajar untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Tuhan sambil terus mengingat janji indah yang Yesus telah berikan kepada kita ini.

Oleh: Sdr. Nicholas Evan Setiawan, S.Th.

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *