“KISAH SEORANG AYAH DAN DUA ANAKNYA”
— No.: 29/07/XXVI/2025 | Minggu, 20 Juli 2025| Bahan: Lukas 15:22-32 –—
Lukas menuliskan kisah perumpamaan ”Anak yang Hilang ini” dalam sebuah “Bingkai” percakapan dengan Ahli Taurat dan orang Farisi. Yesus menyampaikan perumpamaan ini bukan tanpa alasan. Respons Yesus ini dilatarbelakangi oleh kejadian di mana Farisi dan Ahli Taurat (lagi-lagi) bersungut-sungut karena Yesus bergaul dengan orang-orang yang dianggap berdosa menurut mereka. Dalam merespon sungut-sungut itulah Yesus menceritakan tiga kisah tentang “mereka yang hilang.” Dimulai dengan perumpamaan domba yang hilang, dirham yang hilang dan puncaknya adalah perumpamaan anak yang hilang.
Ada yang berbeda dengan kisah anak yang hilang dibandingkan dengan dua kisah sebelumnya (domba dan dirham yang hilang), selain perbandingan persentasenya yang juga semakin membesar: 1 domba dari 100 (1%), 1 dirham dari 10 (10%), dan akhirnya 1 anak yang hilang dari 2 (50%). Di dalam kisah domba dan dirham yang hilang, yang aktif mencari adalah “yang kehilangan” (yaitu gembala di ayat 4, dan perempuan di ayat 8). Sedangkan dalam kisah yang kita baca hari ini, justru yang aktif bukanlah bapa “yang kehilangan anaknya itu”, melainkan anak “yang terhilang” itulah yang aktif dalam mencari jalan pulang untuk kembali setelah menyadari keadaannya yang sudah terpuruk itu (ayat 18).
Hal ini menarik karena tidak semua orang yang diselimuti rasa bersalah (akan alasan apapun) memiliki keberanian seperti si bungsu untuk “pulang ke rumah.” Banyak orang tidak berani pulang karena takut merasakan penolakan dan penghakiman. Sebab itu, melalui pengalaman si bungsu yang bersalah, namun tetap berani pulang sehingga dia mengetahui betapa baiknya bapa nya, hal ini seharusnya menjadi kekuatan bagi kita semua yang mungkin hari ini merasa bersalah untuk berani kembali dan dipulihkan lagi olehNya. Seperti yang dikatakan J.I. Packer, kita harus bersyukur sebab “Allah kita adalah Allah yang tidak hanya memulihkan, tetapi mengambil kesalahan dan kebodohan kita dalam rencana-Nya bagi kita dan mengubahnya menjadi kebaikan bagi kita.”
Tetapi puncak dari perumpamaan ini justru ditujukan kepada anak sulung. Sebab, Yesus sedang memberikan respon terhadap “sungut-sungut” orang Farisi dan ahli taurat. Dan secara tidak langsung sebenarnya Yesus sedang “mempersamakan” orang Farisi dan ahli taurat dengan anak yang sulung. Luar biasanya, kita melihat bahwa ketika si anak sulung marah dan tidak mau masuk rumah, lagi-lagi bapa “keluar” dan berbicara dengannya (15:28). Gambaran ini menegaskan kepada kita bahwa orang yang terhilang mencakup orang yang hilang secara fisik (seperti Si Bungsu) maupun secara rohani (seperti Si Sulung). Dan bahwa Tuhan sama-sama mengasihi dan mencari keduanya. Tuhan memberikan kesempatan yang sama agar mereka berbalik dan hidup dalam pertobatan.
Si sulung dalam perumpamaan ini tidak peduli dengan adiknya dan tidak mau mencarinya ketika terhilang, namun anak sulung Bapa yaitu Yesus Kristus rela menjadi manusia untuk mencari kita yaitu si bungsu yang hilang. Sang Anak Sulung Bapa yang sejati itu bahkan merelakan dirinya untuk disembelih dan mati di kayu salib, agar kita mendapatkan penerimaan dan kasih sayang Bapa Surgawi yang sempurna. Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk meneladani kasih Yesus, tuk senantiasa mempersembahkan hati pada Bapa, menyukai apa yang menjadi kesukaanNya, dan mencari mereka yang terhilang.
Oleh: Pdm. Nicholas Evan Setiawan
Recommended Posts
“LET THE FAMILY BE THE FAMILY”
July 11, 2025
“ANAK TUNGGAL IBUNDA”
July 05, 2025
“SUNGGUH, ORANG INI ADALAH ANAK ALLAH!”
June 28, 2025