“PERCAYA TAPI TIDAK TAAT”

— No.: 35/9/XXV/2024 | Minggu, 1 September 2024| Bahan: Yunus 1:1-17  –

“Aku orang Ibrani,” kata Yunus, “dan aku takut akan Tuhan” (1:9) demikian pengakuan Yunus. Tapi, aneh bin ajaib: Yunus malah membandel terhadap TUHAN. Berani-beraninya ia menolak titah TUHAN. Disuruh untuk memperingatkan penduduk “Niniwe, kota yang besar itu” (1:2), ia malah melarikan diri ke “Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN” (1:3, 10). Sesampai di kapal yang akan mengangkutnya ke Tarsis, bahkan ia turun ke bagian yang paling bawah – seakan ingin menyembunyikan diri dari TUHAN! (1:5b).

Akibat perbuatan Yunus yang membandel, banyak orang (termasuk yang tidak percaya kepada Tuhan) terperangkap dalam bahaya besar. TUHAN tidak tinggal diam. TUHAN “mengejar” Yunus dan bermaksud memberi pelajaran kepada putra pak Amitai itu. Untuk itu TUHAN “mengaduk” lautan dengan badai taufan. Kapal yang ditumpangi Yunus, dan sekian banyak orang, dipermainkan oleh gelombang-gelombang setinggi gunung dan nyaris pecah berkeping-keping di tengah lautan. Ironisnya, sementara para pelaut dan penumpang yang notabene tidak mengenal TUHAN berseru-seru kepada para dewa dan berusaha menyelamatkan kapal, Yunus malah tertidur lelap.

Dalam pada itu, dari para pelaut itu Yunus belajar sesuatu yang sangat penting. Sesungguhnya, rasa perikemanusiaan menembus tembok-tembok agama, termasuk menerobos perbedaan antara umat TUHAN dan yang bukan! Bahkan, kadang atau tak jarang, karena terlalu asyik dengan “status istimewa” sebagai umat pilihan atau milik kesayangan Allah, umat beriman malah menjadi masalah ketimbang manfaat apalagi berkat dengan perilaku yang masa bodoh atau arogan! Hal ini mendorong Yunus untuk bersikap ksatria: “Allah sedang mengejarku, tapi kalian yang jadi susah. Sekarang, lemparkan aku ke dalam laut…” (1:12). Meski pada akhirnya para pelaut itu melemparkan Yunus ke dalam laut, mereka melakukannya dengan sangat enggan dan mohon ampun kepada TUHAN (1:14, 15). Mereka sangat menghormati TUHAN (1:16a). Setelah laut reda, mereka mempersembahkan kurban dan bernazar kepada TUHAN (1:16b).

Sudilah kiranya kita jujur melihat sejauh mana sikap dan perilaku kita konsisten dengan pengakuan iman kita. Kita yang mengaku takut akan “Allah yang hidup dan benar” (1Tesalonika 1:9) atau percaya kepada Bapa kita dalam Yesus Kristus dan menghormati-Nya, perlu memperhatikan apakah kita (1) taat kepada-Nya, (2) menjadi berkat dan manfaat bagi sesama kita… TERPUJILAH ALLAH. Amin.

Diringkas dari rancangan khotbah bulan perdamaian sinode GKMI tahun 2024

Oleh: Pdt. Eddy SS

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *