“DI MANAKAH KEADILAN TUHAN?”

— No.: 05/02/XXVI/2025 | Minggu, 02 Februari 2025| Bahan: Habakuk 1:12-17

Teka-teki penderitaan manusia, khususnya ketika penderitaan orang yang tidak bersalah disebabkan oleh maraknya kejahatan dalam kehidupan manusia, terkadang membuat kepercayaan kepada Tuhan yang kudus dan adil, yang mengawasi seluruh urusan manusia, menjadi sukar untuk dimengerti. Bagaimana bisa Tuhan yang kudus dan adil membiarkan kejahatan, dan bahkan menimpa anak-anak Tuhan.

Pergumulan ini juga terjadi atas nabi Hakakuk. Ia sangat tidak bisa memahami mengapa Tuhan membiarkan orang fasik (orang Kasdim) mengepung orang Israel, yang adalah bangsa pilihan Tuhan? (ayat 4). Sampai-sampai, mungkin karena kesal dan terbatasnya pengertian, Habakuk berkata kepada Tuhan tentang “keadilan muncul terbalik.” Bila Tuhan adil, mengapa orang Kasdim dibiarkan menjajah orang Israel? Mengapa Tuhan berpihak kepada orang Kasdim yang jelas-jelas tidak percaya kepada kepada Tuhan? Keadilan yang terbalik!

Keadilan Tuhan (teodisi) memang tidak mudah dipahami, terutama bagi anak-anak Tuhan yang merasa bahwa Tuhan itu adil tetapi pada kenyataannya membiarkan/mengizinkan penderitaan/kesusahan menimpa anak-anak Tuhan. Penderitaan/kesusahan seringkali membawa anak Tuhan makin menjauh dari Tuhan atau, anak Tuhan dihakimi oleh anak Tuhan yang lain karena penderitaannya (kisah Ayub).

Untuk memahami pertanyaan Habakuk, salah satunya kita bisa memahaminya dengan mengerti alur cerita, sebab alur cerita tidak hanya menceritakan apa yang terjadi tetapi juga mengapa hal itu terjadi. Urutan peristiwanya dipilih secara logis untuk menghadirkan konflik dan penyelesaiannya dengan memanfaatkan perangkat-perangkat sastra tertentu. Lebih jauh, alur berorientasi pada karakter dan harus memiliki pesan penting untuk disampaikan. Dalam kitab Habakuk, alurnya cukup sederhana. Ia menggunakan dialog sebagai sarana untuk menciptakan kejutan dan ironi. “Berapa lama lagi, Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: ‘Penindasan!’ tetapi tidak Kau tolong” (ayat 2).

Tuhan memakai orang Kasdim yang mendewakan kekuatannya, tidak menghormati kekuatan Tuhan (ayat 11 dan 16). Krisis keadilan Tuhan (teodisi) terjadi. Melawan kejahatan dengan kejahatan yang lebih besar lagi bukanlah sifat Tuhan yang kudus dan adil. Bagaimana “menjawab” hal sukar ini? Kedaulatan Tuhan, menjadi jawaban penting. Dia adalah Tuhan, mengerti segala sesuatu dan pastinya punya rencana yang indah bagai anak-anak-Nya. Amin.

Oleh: Pdt. Eddy SS

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *