“MENJANGKAU YANG TERPINGGIRKAN”

—- No.: 19/5/XXIII/2022 | Minggu, 8 Mei 2022 | Bahan: Yohanes 9: 1-7 —

Di zaman ini, diskriminasi terhadap orang atau kelompok tertentu masih sering terlihat dan terdengar. Salah satu pihak yang masih sering merasakannya adalah saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas. Di negara kita, Indonesia, saat ini sudah banyak hal yang memudahkan para penyandang disabilitas agar dapat beraktifitas layaknya orang lain pada umumnya. Namun sayangnya, masih cukup banyak orang-orang yang memandang penyandang disabilitas dengan sebelah mata, serta menganggap mereka “tidak sempurna” atau bahkan “tidak berharga”. Salah satu alasan yang menyebabkan hal ini terjadi karena masih banyak orang yang berpendapat bahwa penderitaan, termasuk sakit penyakit disebabkan oleh dosa.

Dalam bagian firman Tuhan yang kita renungkan hari ini, terlihat bahwa orang-orang Yahudi pada zaman Yesus pun masih berpendapat demikian. Bahkan murid-murid Yesus pun juga menunjukkan respons yang sama, terlihat dari pertanyaan yang mereka lontarkan (Ayat 2). Namun jawaban yang Yesus berikan sungguh menggoncangkan para murid, beserta para pemuka agama yang ada di sana. Yesus secara tegas menyatakan bahwa kebutaan itu bukan karena dosa orang itu sendiri, bukan juga dosa orang tuanya. Yesus menolak pendapat bahwa semua penyakit disebabkan oleh dosa seseorang. Bahkan Ia menyatakan bahwa melalui sakit yang diderita seseorang, Tuhan mau menyatakan pekerjaan, kemuliaan dan kemahakuasaan-Nya. Ada hal positif yang juga dapat dinyatakan melalui pengalaman sakit seseorang. Pernyataan Yesus ini tentu sangat menggemparkan masyarakat pada waktu itu, karena yang namanya penderitaan dan sakit penyakit selalu dianggap sebuah hal yang buruk. Namun Yesus mengoreksi paradigma itu, Ia menjelaskan bahwa Tuhan bisa saja mempunyai rencana indah di balik sakit penyakit dan penderitaan yang dialami manusia. Dan tak berhenti di sana, karena kasih dan kepedulian-Nya, Yesus menyembuhkan orang yang buta tadi. Bukan hanya fisiknya saja, namun juga pikiran dan hatinya secara keseluruhan sebagai pribadi yang utuh.

Dalam kesempatan ini Yesus juga menegaskan jati diri-Nya sebagai Mesias yang diutus Allah Bapa untuk menyelamatkan dunia ini. Ketika Yesus secara simbolis menyuruh orang buta yang telah dijamah-Nya dengan campuran ludah dan tanah itu untuk pergi membasuh diri ke kolam Siloam (Siloam berarti “yang diutus”), Ia ingin menyatakan bahwa diri-Nya diutus untuk mengalahkan kegelapan yang membuat manusia menderita agar mereka melihat terang Ilahi yang memampukan mereka bersukacita di dalam Dia. Kemudian melalui pernyataan-Nya di ayat 4, Yesus mengatakan bahwa “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku. . .” Kita, orang-orang percaya yang sudah diselamatkan oleh Kristus juga diutus untuk menjadi terang bagi orang di sekitar kita. Seperti Yesus yang mengasihi dan peduli kepada orang buta itu, kita juga diajak untuk mengasih dan peduli kepada saudara-saudari kita yang menyandang disabilitas. Sebab itulah, selama masih ada kesempatan, marilah kita melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah, dengan menunjukkan kasih dan solidaritas kita, menjangkau mereka yang terpinggirkan.

Oleh: Sdr. Nicholas Evan Setiawan, S.Th.

share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *